Cerita Seks Berhubungan Dengan Ibu Guru Yang Bohay & Mesum


Narasi Sex Asli 2018 Namaku Priambudhy Saktiaji, beberapa teman panggilku Budhy. Saya ada di Bogor, samping selatan Jakarta. Tinggiku sekitaran 167 cm, bentuk mukaku sesuai harapan, imut-imut jika beberapa teman wanitaku katakan. Langsung saya awali dengan pengalaman pertama kaliku ‘make love’ (ML) atau bercinta dengan seorang wanita. Peristiwanya waktu saya tetap kelas dua SMA (saat ini SMU).

Bokep IndoWaktu itu sedang musim ujian, hingga kami di pantau oleh beberapa guru dari kelas lainnya. Kebenaran yang mendapat sisi memantau kelas tempatku ujian ialah seorang guru yang namanya Ibu Netty, umurnya masih muda, sekitaran 25 tahunan. Tinggi tubuhnya sekitaran 155 cm. Kulitnya putih bersih, hidungnya mancung, bentuk mukanya oval dengan rambut lempeng yang di potong pendek hanya leher, hingga menunjukkan lehernya yang tingkatan.

Yang membuatku tertarik ialah benjolan dua bukit payudaranya yang lumayan besar, pantatnya yang seksi dan bergoyang di saat ia jalan. Saya kerap mengambil pandang kepadanya dengan pandangan mata yang tajam, ke meja yang ditempatinya. Terkadang, entahlah menyengaja atau mungkin tidak, ia balas melihatku sekalian tersenyum kecil. Hal tersebut membuatku berdebar tidak pasti. Bahkan juga di kesempatan lain, sekalian melihatku dan memasangkan senyumannya, ia menyengaja silangkan kakinya, hingga memperlihatkan paha dan betisnya yang mulus.

Di saat lainnya ia bahkan juga menyengaja menarik roknya yang telah pendek (di atas lutut, dengan belahan disamping), sekalian melihati mukaku, hingga saya dapat menyaksikan lebih dalam, ke selangkangannya. Kelihatan gundukan kecil di tengah-tengah, ia menggunakan celana dalam dengan bahan katun warna putih. Saya cukup kaget dan sedikit melotot dengan ‘show’ yang dilakukan. Saya melihat sekitarku, pastikan adakah teman-temanku lainnya yang menyaksikan pada atraksi kecil itu.

Rupanya mereka sedang repot kerjakan beberapa soal ujian dengan serius. Saya melihat lagi ke Ibu Netty, ia tetap melihatku sekalian tersenyum nakal. Saya membalasnya senyumnya sekalian mengacung jempolku, selanjutnya saya lanjutkan kerjakan beberapa soal ujian di atas mejaku. Pasti dengan sesekali menyaksikan ke meja Ibu Netty yang setia silangkan kakinya dan menurunkannya lagi, sebegitu rupa, hingga menunjukkan secara jelas selangkangannya yang cantik.

Sekitaran 30 menit sebelum waktunya ujian usai, saya bangun dan jalan di depan untuk memberikan kertas-kertas ujianku ke Ibu Netty. “Telah selasai?” ucapnya sekalian tersenyum. “Telah, bu….” jawabku sekalian membalasnya senyumannya. “Kamu sukai sama yang kamu saksikan barusan?” ia menanyakan mengagetkanku. Saya mengganggukkan kepalaku, kami lakukan semua perbincangan secara berbisik-bisik. “Apa saya bisa menyaksikannya kembali kelak?” kataku membulatkan tekad, masih secara berbisik. “Kita bertemu kelak di muka sekolah, sesudah ujian ini hari usai, ok?” ucapnya sekalian tersenyum simpul. Senyuman yang getarkan hatiku dan membuat badanku menjadi panas dingin.

Siang itu di muka gerbang sekolah, sekalian menenteng tasnya, bu Netty dekati tempatku berdiri dan berbicara, “Bud, kamu ikutinya saya dari belakang” Saya meng ikutinya, sekalian nikmati goyangan pinggul dan bokongnya yang aduhai. Saat kami telah jauh dari lingkungan sekolah dan tidak kelihatan kembali beberapa anak sekolah disekitaran kami, ia stop, menantiku sampai di sebelahnya. Kami jalan bersama-sama. “Kamu betul-betul ingin menyaksikan kembali?” tanyanya memecahkan keheningan. “Saksikan apa bu?” jawabku bersandiwara lupa, pada permintaanku sendiri saat di kelas barusan pagi. “Ah, kamu, sukai pura-pura…” Ucapnya sekalian mencubit pinggangku perlahan. Saya tidak berusaha menghindar dari cubitannya, justru saya pegang telapak tangannya yang lembut dan meremasnya dengan gaungs. bu Netty balas meremas tanganku, sekalian melihatiku lekat-lekat.

Pada akhirnya kami sampai pada satu rumah kecil, cukup jauh dari beberapa rumah lain. Kelihatannya rumah kontrak, karena tidak kelihatan tambahan ornament bangunan pada rumah itu. Bu Netty buka tasnya, keluarkan kunci dan buka pintu. “Bud, masuk. Lepas sepatumu dalam, tutup dan kunci kembali pintunya!” Perintahnya cepat. Saya patuhi permohonannya tanpa banyak menanyakan. Demikian sampai di rumah, bu Netty menyimpan tasnya dalam suatu meja, masuk ke dalam kamar tanpa tutup pintunya.

Saya cuma menyaksikan, saat dengan rileksnya ia melepas kancing pakaiannya, hingga menunjukkan BH-nya yang dibuat dari bahan katun warna putih, buah dadanya yang putih dan cukup besar seperti tidak tertampung dan muncul keluar BH itu, membuat makin seksi, selanjutnya ia panggilku. “Bud, tolong donk, lepasin pengaitnya…” ucapnya sekalian membelakangiku. Saya membuka pengait tali BH-nya, dengan muka panas dan hati berdebar. Sesudah BH-nya lepas, ia buka almari, ambil sebuah kaos T-shirt warna putih, selanjutnya menggunakannya, tetap dengan posisi membelakangiku. T-shirt itu kelihatan keat membuntel badannya yang harum.

Selanjutnya ia minta lagi tolong padaku, ini kali ia meminta dibukakan risleting roknya! Saya dibikinnya lagi berdebar dan yang paling kronis, saya mulai merasa selangkanganku basah. Kemaluanku berontak dalam celana dalam yang rangkap dengan celana panjang SMA ku. Saat ia membelakangiku, secara cepat saya membenahi posisi kemaluanku di luar celana supaya tidak terjepit. Selanjutnya saya membuka risleting rok ketatnya. Dengan perlahan-lahan ia turunkan roknya, hingga tempatnya menungging di depanku. Saya melihati bokongnya yang seksi dan saat ini tidak terbungkus rok, cuma kenakan celana dalam putihnya, tanganku meraba-raba bokong bu Netty dan sedikit meremasnya, gaungs.

“Sudah tidak sabar ya, Bud?” Kata bu Netty.
“Maaf, bu, habis pantat ibu seksi sekali, menjadi gemes saya….”
“Kalau di sini jangan panggil saya ‘bu’ kembali, panggil ‘teteh’ saja ya?”
“Iya bu, eh, teh Netty”
Fokusku bubar menyaksikan panorama di hadapanku sekarang ini, bu Netty dengan kaos T-shirt yang ketat, tanpa BH, hingga puting susunya muncul dari kembali kaos putihnya, pusarnya yang seksi belum tertutup, karena ukuran kaos T-shirt-nya yang pendek, celana dalam tadi pagi saya saksikan dari jarak jauh saat ini saya dapat saksikan secara jelas, gundukan di selangkangannya membuatku menelan ludah, pahanya yang putih mulus dan ramping membuat semua terasanya dalam mimpi.
“Bagaimana Bud, sukai tidak kamu?” Ucapnya sekalian berkcak pinggang dan meliuk-liukkan pinggulnya.
“Kok kamu menjadi bengong, Bud?” Sambungnya sekalian mendekatiku.

Saya termenung terdiam melihatinya saat ia merengkuh leherku dan mencium bibirku, sebelumnya saya terkejut dan tidak bereaksi, tetapi sesaat. Selanjutnya saya balas kecupan-ciumannya, ia melumat bibirku dengan rakusnya, saya balas lumatannya. “Mmmmmmmmmhhhhhhhhhhh….” Gumamnya ditengah-tengah kecupan-ciuman kami.

Selang beberapa saat tangan kanannya ambil tangan kiriku dan membimbing tanganku ke payudaranya, saya secara cepat menyikapi apa penginnya, kuremas-remas secara halus payudaranya dan kupilin-pilin putingnya yang mulai mengeras. “Mmmmhhhh….mmmmmhhhhh” Ini kali ia mendesah nikmat. Saya usap-usap punggungnya, turun ke pinggangngya yang belum tertutup oleh kaos T-shirtnya, saya teruskan menyeka dan meremas-remas bokongnya yang padat dan seksi, lantas kulanjutkan dengan menyisipkan jemari tengahku ke belahan bokongnya, kugesek-gesek mengarah dalam hingga saya dapat sentuh bibir vaginanya di luar celana dalam yang digunakannya.

Rupanya celana dalamnya sangat basah. Sementara kecupan kami, beralih menjadi sama-sama kulum lidah masing-masing berganti-gantian, terkadang tangannya menjambaki rambutku dengan gaungs, tangannya lainnya melepaskan kancing pakaian sekolahku satu demi satu. Saya melepaskan pagutanku pada bibirnya dan menolongnya melepaskan bajuku, selanjutnya kaos dalam ku, ikat pinggangku, saya perosotkan celana panjang abu-abuku dan celana dalam putihku sekalian. Bu Netty juga lakukan hal yang masih sama, dengan sedikit tergesa-gesa melepaskan kaos T-shirtnya yang baru ia gunakan sesaat lalu, ia perosotkan celana dalam putihnya, hingga saat ini ia telah telanjang bundar.

Cerita Sex Lainnya:  Cerita Sex Ketika Rumah Kosong

Badannya yang putih mulus dan seksi benar-benar menarik. Nyaris bersama kami usai menelanjangi badan kami masing-masing, saat saya tegakkan badan kembali, kami berdua sama terdiam sesaat. Saya terdiam menyaksikan badan polosnya tanpa satu helai benangpun. Saya seringkali menyaksikan badan telanjang, tapi langsung dan berhadap-hapan baru kali itu saya merasakannya. Payudaranya yang telah mengeras terlihat kuat, ukuran melewati telapak tanganku, semenjak barusan saya berusaha meremas semua bulatan itu, tetapi sebelumnya tidak pernah sukses, karena ukuran yang lumayan besar. Perutnya rata tidak terlihat ada sisi yang berlemak sedikitpun. Pinggangnya ramping dan membulat benar-benar seksi. Selangkangannya di tumbuhi bulu-bulu yang menyengaja tidak dicukur, cuma tumbuh sedikit di atas kemaluannya yang mengkilat karena basah.

Badan telanjang yang dulu pernah saya saksikan paling-paling dari beberapa gambar porno, blue film atau paling riil badan ABG tetanggaku yang saya lihat kamarnya, hingga tidak demikian terang dan kulakukan segera karena takut kedapatan. Rutinitas mengintipku tidak berjalan lama karena pada intinya saya tidak sukai melihat.

Sementara bu Netty melihat rekat kemaluanku yang telah tegang dan mengeras, pangkalnya di tumbuhi bulu-bulu kasar, bahkan juga ada beberapa bulu yang tumbuh di tangkai kemaluanku. Ukuran lumayan besar dan panjangnya belasan centi. “Bud, punyamu cukup , besar dan panjang, ada bulu-bulunya kembali di batangnya” ucapnya sekalian mendekatiku.

Jarak kami tidak demikian jauh hingga secara cepat ia telah raih kemaluanku, sekalian berlutut ia meremas-remas tangkai kemaluanku sekalian mengocak-ngocoknya halus dan selanjutnya kepala kemaluanku telah dikulumnya. Badanku melafalkanng mendapatkan emutan semacam itu. “Oooohhhh…. sedap teh….” rintihku perlahan. Ia makin semangat dengan kuluman dan kocokan-kocokannya pada kemaluanku, sedangkan saya makin blingsatan karena perlakuannya tersebut.

Terkadang ditempatkannya kemaluanku sampai ke kerongkongannya. Kepalanya ia maju undurkan, hingga kemaluanku masuk keluar dari mulutnya, sekalian dihisap-hisap dengan rakus. Saya makin tidak kuat dan akhirnya…, bobol pertahananku. Spermaku menyemprotkan ke mulutnya langsung ia sedot dan ia telan, hingga tidak ada satu tetespun yang menetes ke lantai, memberikan kesan yang hebat. Rasanya lebih nikmat dibanding waktu saya masturbasi.

“Aaaahhhh… ooooohhhhh…. teteeeeehhhhh!” Teriakku tidak tertahan kembali.
“Bagaimana? sedap Bud?” Tanyanya sesudah ia sedot tetes paling akhir dari kemaluanku.
“Sedap sekali teh, lebih sedap dibanding ngocok sendiri” jawabku senang.
“Giliran donk teh, saya ingin merasakan punyai teteh” lanjutku sedikit meminta.
“Boleh…,” ucapnya sekalian ke arah tempat tidur, selanjutnya ia merebahkan dianya di atas tempat tidur yang lebih rendah, kakinya tetap terjulur ke lantai. Saya segera berlutut di depannya, kuciumi selangkangannya dengan bibirku, tanganku raih ke-2 payudaranya, kuremas-remas halus dan kupilin-pilin perlahan puting payudaranya yang telah mengeras.

Ia mulai keluarkan rintihan-rintihan perlahan-lahan. Sementara mulutku mengisap, memilin, menjilat vaginanya yang makin lama makin basah. Saya mempermainkan clitorisnya dengan lidahku dan ku emut-emut dengan bibirku.

“Aaaaaahhhhh… ooooohhhhhh, Buuuuddddhyyyyy…, saya tidak tahan, aaaaauuuuuhhhhhh!” Rintihannya makin lama makin keras. Saya sedikit khawatir jika ada tetangganya yang dengar rintihan-rintihan nikmat itu. Tapi karena saya diterpa gairah, hingga pada akhirnya saya tidak begitu mempedulikannya. Sampai satu saat saya rasakan badannya melafalkanng, selanjutnya saya rasakan semprotan cairan hangat di mulutku, saya hirup sebisaku semua, saya telan dan saya cicipi dengan rakus, tetes untuk tetes.

Kakinya yang semula menjuntai ke lantai, sekarang ke-2 pahanya mengapit kepalaku secara ketat, ke-2 tangannya menekan kepalaku agar lebih rekat melekat di selangkangannya, membuatku susah bernafas. Tanganku yang pernah bergerilya di ke-2 payudaranya sekarang meremas-remas dan menyeka-usap pahanya yang berada di atas bahuku.

“Bud, kamu luar biasa, membuat saya orgasme sampai kelojotan ini, belajar darimanakah?” Tanyanya. Saya tidak menjawab, cuma tersenyum. Saya banyak membaca mengenai jalinan sexual, dari majalah, buku dan internet. Sementara itu kemaluanku telah semenjak barusan menegang kembali karena terangsang dengan rintihan-rintihan enaknya bu Netty. Aku juga berdiri, menempatkan kemaluanku dimuka mulut vaginanya yang tetap berkedut dan terlihat basah dan licin tersebut.
“Saya masukkan ya teh?” Tanyaku, tanpa menanti jawaban darinya, saya melumat bibirnya yang mengembang menunggu kehadiran bibirku.

“Oooohhhh…” rintihnya,
“Aaaahhhh…” kubalas dengan rintihan yang masih sama enaknya, saat kemaluanku tembus masuk ke vaginanya, lenyaplah keperjakaanku. Kepuasan tidak ada tara saya merasai, saat tangkai kemaluanku masuk semuanya, bersinggungan dengan dinding vagina yang halus, sampai ke pangkalnya. Bu Netty mendesah makin kuat saat bulu kemaluanku yang tumbuh di tangkai kemaluanku menggesek bibir vagina dan clitorisnya, matanya 1/2 terpejam mulutnya menganga, napasnya mulai tersenggal-senggal.

Itil V3
“Ahh-ahh-ahh auuuu!” Kutarik kembali kemaluanku perlahan-lahan, sampai kepalanya nyaris keluar. Kumasukkan kembali perlahan-lahan, sedangkan rintihannya selalu ditambahkan pekikan kecil, setiap pangkal tangkai kemaluanku menghajar bibir vagina dan clitorisnya. Pergerakanku makin lama makin cepat, bibirku berganti-gantian di antara melumat bibirnya, atau mengisap puting payudaranya kanan dan kiri. Teriakan-teriakannya makin mengganas, kepalanya ia tolehkan kekiri dan kekanan membuatku cuma bisa mengisap puting payudaranya saja, tidak dapat kembali melumat bibirnya yang seksi.

Sementara itu pinggulnya ia angkat setiap saya menusukkan kemaluanku ke vaginanya yang sekarang sangat basah, hingga kemudian, “Buuudddhhyyyyyy…. saya ingin keluar lagiiiiii… oooohhhhhh… aaahhhhh” teriakannya makin kacau-balau.
Saya memerhatikan dengan senang, saat ia melafalkann seperti meredam suatu hal, vaginanya kembali banjir seperti saat ia orgasme di mulutku. Saya memang menyengaja mengatur diriku tidak untuk orgasme, ini saya ketahui secara cermat, meskipun saya tidak pernah lakukan ML sebelumnya. Bu Netty sendiri bingung dengan kekuatan kontrol diriku.

Sesudah ia membumbung dengan orgasme-orgasmenya yang susul- susul, saya cabut kemaluanku yang gagah dan keras. Saya memberikannya waktu sesaat untuk atur napasnya. Selanjutnya saya meminta menungging, ia suka hati melakukan. Kembali kami terbenam di dalam permainan yang panas.

Satu kali lagi saya membuat memperoleh orgasme yang berkelanjutan seolah tidak ada habisnya, saya sendiri karena cukup capek, kupercepat pergerakanku untuk memburu ketinggalku ke arah pucuk kepuasan. Pada akhirnya menyemburkanlah spermaku, yang semenjak barusan saya tahan, karena sangat lemasnya ia pasrah telungkup di atas perutnya, saya jatuhkan diriku tiduran di sampingnya.

Semenjak peristiwa hari itu, saya tidak kembali lakukan masturbasi, kami ML setiap kami inginkannya. Saat saya bertanya kenapa ia pilihku, ia menjawab, karena saya serupa dengan kekasih pertama kalinya, yang membuat kehilangan mahkotanya, saat masih SMA. Tetapi perbedaannya, ucapnya kembali, saya lebih bertahan lama waktu bercinta (bukan GR lho). Saat kutanya, apa tidak takut hamil?, dengan rileks ia menjawab, jika ia telah teratur disuntik tiap tiga bulan.