Cerita Sex – Cerita Sex Rini Penyiar Radio Padat Semok Berisi, Rini. Kalo denger nama itu khayalanku selalu melayang kemana-mana. Membayangkan sosok seorang wanita 30 tahun dengan tinggi semampai dan bodi yang padat berisi. Pinggulnya lumayan besar dan ukuran dadanya juga cukup bikin sesak nafas. Apalagi gayanya kalau ngomong selalu terkesan genit dan manja, membuat bayangan-bayangan ngeres jadi setan dalam kepala.
Wah, pokoknya aku sendiri nggak pernah menyangka kalo dikantor ternyata punya temen seperti dia. Memang sih anaknya baik, care banget sama temen-temennya. Kalo ada yang sakit, selalu dia yang jadi koordinator bezuk. Kalo ada yang ultah, selalu dia yang duluan inget en ngasih selamat. Belum lagi kadonya, biarpun sederhana tapi perhatiannya itu lho! Wah pokoknya asyik. Kalo dia lagi cuap-cuap diudara sesuai profesinya sebagai penyiar, selalu saja banyak pendengar pria berbondong-bondong pengen mengudara, minta dilayani suaranya yang empuk, seempuk dadanya, hehehe!
Seperti sekarang misalnya. Nggak tau kenapa tiba-tiba khayalanku
tentang Rini melambung tinggi. Jadi pengen melampiaskannya langsung,
abis dia seksi abis bo! Pas subuh tadi dia udah dateng dengan
penampilannya yang seger dan menawan. Mungkin gara-gara tiap hari
ketemu dan ngerasain kegenitannya itu, sekarang ini sering aku nggak
bisa nguasai diri. Masih untung cuma sabun di kamar mandi yang jadi
pelampiasan. Coba kalo langsung orangnya, bisa nggak ya?
Yang jelas, pas dia dateng ternyata langsung ngedeketin,”Kiii, aku ada
perlu sama kamu. Sini deh.” wah, ada apa ini, batinku. Tapi aku tetep
ngikutin dia. Eh ternyata dia langsung nurunin tangga dan balik menuju
ruang resepsionis. Padahal tadi dia kan barusan naik. Udah gitu ruang
resepsionis masih gelap.
Tau-tau Rini berbalik, dia menarik tanganku untuk duduk di kursi sofa.
Kebetulan tempatnya agak mojok di ruangan, jadinya makin nggak
kelihatan. Dan lagi aktivitas orang-orang bisa kelihatan tanpa kita
bisa terlihat. Maklum masih subuh.
“Ki,” panggilnya lembut.
“Kenapa?” tanyaku. Ia tersenyum manis dan menatapku lamaaa banget.
“Rini kamu kenapa?” eh malah tambah lebar senyumnya. Dan tiba-tiba ia
mendekatkan wajahnya kewajahku dan berbisik,”Aku hari ini ultah. Mau
nggak ntar malem kamu dateng kerumah?”
Hah? kerumahnya? lagian kenapa mesti spesial banget begini? padahal
biasanya dia selalu bersikap manja sama semua orang, nggak cuma sama
aku aja. Aku jadi curiga, tapi aku diam saja.
“Mau ya?” bujuknya.
“Emang ada acara apa sih En?” tanyaku penasaran. Eh dia malah senyum
lagi dan malah balik nanya,”Kamu nggak ngasih selamat sama aku?”
“Oiya ya,” langsung aja kuulurkan tangan dan kujabat tangan halusnya itu,”Met ulangtahun ya? Moga panjang umur n sehat selalu.”
“Udah gitu aja?” tanyanya. Gantian aku yang tertegun,”Maksudnya?”
Rini agak cemberut,”Biasanya orang kasih selamat itu cium pipi kiri kanan..”
Walah! kepalang tanggung. Selagi tanganku masih menggenggam tangannya, kuangsurkan pipiku ke pipinya kiri kanan.
“Kurang,” celetuknya manja.”Emang gimana lagi?” tau-tau dia mengangsurkan bibirnya ke pipiku dan cup, cup. “Kayak gitu tuuh!!”
Aku baru ngerti. Terus aku cium pipi kiri kanannya. Baru aja ni bibir
kutarik dari pipi kanannya. Dia menoleh dan langsung dipagutnya bibirku.
Tangannya langsung dilingkarkan ke leherku. Woow! Dadanya yang super
wow itu menempel erat didadaku. Langsung deh tanpa tedeng aling-aling
si Joni ambil sikap sempurna. Kita berpagutan, lamaa sekali. Waktu
kulepaskan ciumanku, terdengar desahannya manja. Aku tak tahan lagi,
kalau tadi dia yang nyerang, sekarang giliranku mendaratkan ciuman ke
bibirnya yang tipis. Kembali nafas Rini mengengah, dan dia menyambut
ciumanku dengan menjulurkan lidahnya sedikit. Nafas perempuan seksi ini
semakin memburu, sehingga begitu aku lepas ciumanku, masih terdengar
desahan manjanya. Malah terdengar sedikit erangan erotisnya. Tanganku
langsung tidak tinggal diam. Bergerilya, meraba dan mengusap lembut
semua bagian tubuhnya, terutama yang sensitif mendatangkan rangsangan.
Begitu tanganku mendekat ke dadanya, tiba-tiba Rini menangkap tanganku.
“Hayo mau ngapain?” bisiknya dengan suara bergetar karena horny. Aku
cuma senyum. Tanganku yang satu lagi membelai pipinya. Rini balas
tersenyum, kemudian tanganku yang dipegang diarahkannya menuju ke balik
bajunya, langsung ke kancing BH-nya yang kebetulan ada didepan.
“Ini untukmu Ki, aku pengen kamu pegang dadaku…” gumamnya sambil
berdesah manja. Aku kaget juga, tapi sekaligus tidak mau menyia-nyiakan
kesempatan ini. Langsung saja kubuka kait BH-nya, dan bisa kurasakan
betapa dadanya yang super wow itu benar-benar sesuai dengan apa yang
kulihat dari luar. Ukurannya mungkin sekitar 36 C, atau malah mungkin
D. Perlahan kubelai dan kuremas lembut dadanya. Rini mulai mengerang
pelan, takut ketahuan. Tapi begitu tanganku mulai menjepit putingnya
pelan, dan kuputar, desahannya mulai terdengar
liar,”Ngghhh…ssshhh…kiii.. .sshhh…aahhhh…” aku makin gila.
Giliran puting sebelahnya kuputar pelan sambil kujepit dengan
jari-jariku. Tapi waktu mau berbuat lebih jauh, Rini melepas pelukannya
dan berbisik lirih dengan suara bergetar,”Ki, nanti malem kerumah ya?
Kita bisa lebih bebas nanti.” aku mengangguk, mengancingkan behanya,
dan kami sempat berciuman sebentar sebelum ia melangkah keatas keruang
siaran, dan aku pulang. Wah, ini hari yang paling istimewa! Soalnya
jangankan sampai berbuat gitu, wong mendekat sedikit saja dalam mimpi
pun aku nggak berani, abis galak sih! Tapi begitu bisa dapet durian
macam ini, aku jadi nggak sabar menanti malam tiba.
****
Akhirnya apa yang kutunggu-tunggu sudah ada didepan mata. Dengan
dandanan ala kadarnya, maklum aku nggak begitu suka dandan, aku menuju
ke rumah Rini dengan Sidekick hijauku. Suara knalpot racing yang
menderum membuat sebagian orang menoleh, termasuk beberapa pendengar
yang emang sengaja datang untuk merayakan ultah penyiar pujaannya. Huh,
mengganggu saja! rutukku dalam hati. Tapi biarinlah, yang terakhir kan
dapetnya paling banyak, hehehe!!